PERFECTION IS JUST A MASK
(By: Angkin Latifanisa)
Ada saatnya
dimana kamu akan mengetahui sifat seseorang tanpa benar-benar mengenal mereka.
Bahkan ada saat nya dimana kamu tidak mengenal dirimu sama sekali.
Seperti dia,
aku benar-benar tidak tahu dia siapa, dan tidak tahu darimana dia berasal. Tapi
aku bisa merasakan sifatnya yang dingin nan beku dan tertutup.
Aku, Gwenda.
Hari ini terasa seperti hari paling membosankan dari semua hari-hari
membosankan yang pernah aku lewati disekolah ini. Aku hanya duduk didalam kelas
dan mendengarkan guru yang mengoceh tentang sesuatu yang tidak aku pedulikan.
Seperti, siapa yang akan perduli tentang banyak populasi di india atau cina? Atau,
mengapa minus dikali minus menjadi plus? Mungkin hanya 45% orang didunia akan
peduli, tapi jujur, aku bukan salah satu dari mereka. Tapi, kali ini ada
berbeda, karena laki-laki misterius itu satu kelas dengan ku saat ini. Dia
duduk di pojok kiri belakang kelas sambil mencorat-coret notebook nya dengan
ekspresi yang benar-benar membosankan.
“Gwenda?” blub! Lamunan ku pecah seketika.
“Um, iya
Ma’am?” responku gelagapan. Oh no, Ms.
Clark!
“Apa kamu
mendengarkan kalimat yang baru saja saya ucapkan?” Oh, tidaaaak. Aku menggelengkan kepalaku, malu. “Lain kali
perhatikan guru mu, Gwen. Kamu dan Andrew menjadi partner untuk project minggu
ini. Tulis sesuatu tentang partnermu, Mengerti?”
“Ya, Ma’am.
Terima kasih” Jawab ku sambil melempar rambutku kebelakang. Aku beranjak dan
mendekati bangku ‘Andrew’ si misterius.
“Hey, aku Gwen.
Kamu Andrew, kan? Bisa kita mulai?” Sapaku, mencoba memperkenalkan diriku
seramah yang ku bisa. Andrew menatapku tajam dan mulai membuka mulutnya.
“Ya, aku tahu
kamu siapa. Dan ya, tentu. Aku tidak punya waktu banyak untuk hal bodoh ini.”
balasnya, menaikkan kedua bahunya, acuh. Wow.
Thank you for being so nice to me, Jerk. Pikir ku.
“Okay, tidak
perlu kasar. Aku hanya akan menanyakan tentang sesuatu yang mungkin semua anak
sekolah ingin ketahui. So, kenapa kamu selalu berperilaku seolah-olah kamu
tidak perduli tentang segalanya? Maaf jika aku terlalu to the point. Seperti
yang kamu katakan, kamu tidak punya waktu banyak” Jelasku, dengan nada sedikit
menyindir kata-katanya tadi.
“Kamu
benar-benar tidak memperhatikan titik dan koma saat berbicara.” Cercahnya. Sialan. Dia menarik nafas dalam, dan
menghembuskannya perlahan “Aku hanya tidak ingin tersakiti.” Hanya itu?
“Tersakiti?
Kenapa?” Aku tertarik dengan kisah cowok yang tingkat kepeduliannya serendah
pohon cabai ini.
“Everything”
dia menaikkan bahunya. “Aku pernah peduli, itu pasti. Tapi orang yang aku
pedulikan benar-benar pergi dan memilih laki-laki lain yang mungkin lebih
sempurna dari ku. ” Lanjutnya. Sial, itu benar benar menyayat hatiku. Sekilas
aku bisa melihat ekspresinya seolah-olah dia benar benar tersakiti. Aku
memandangnya dalam diam. “Are you okay?” tanya ku prihatin.
“Hahaha, tentu
saja. Karena kesendirian ini membantu ku untuk menjadi orang yang lebih kuat.
Tapi, Gwen. Dengar, jika kamu memiliki seseorang yang peduli pada mu.
Pertahankan dia, Jika kamu meninggalkannya dan mencari yang lebih sempurna dari
‘dia’, maka kamu akan kehilangan ‘dia’ yang lebih baik. Perfect is not real, perfection is just a mask.” Ucapnya,
menunjukkan senyumnya yang menurutku sangat manis, dan pergi meninggalkanku
yang masih duduk termenung untuk memproses segalanya.
Sumber: Finalis Loop Kepo Digital Writing 2015, TSC NTB, http://kepo.loop.co.id/writing
Sumber: Finalis Loop Kepo Digital Writing 2015, TSC NTB, http://kepo.loop.co.id/writing
0 comments:
Post a Comment
Jangan melakukan SPAM dan berkomenlah dengan tata cara yang baik. Matur tampi asih.